Perahu Kertas #4
Halo semesta, yang sedang berawan.
Hari ini adalah hari ulang tahun Angkasa. Di tanggal yang spesial ini aku ingin menceritakan hari yang menurutku seru parah bareng Angkasa. Tapi kalau dipikir, hari-hariku bersama Angkasa selalu menyenangkan. Sebut saja ini salah satu nominasi terbaiknya.
Di Sabtu pagi yang indah untuk rebahan hingga seharian penuh.. Angkasa tiba-tiba mengirim pesan di grup. Mengajak ikut ke sekretariat untuk menyambut tamu lembaga kampus lain dari luar kota. Dua anggota grup menolak karena harus mengerjakan tugas atau entah aku lupa.
Grup itu isinya empat orang. Dua tidak bisa, otomatis sisa aku. Kejadian hanya aku yang bisa ikut ini cukup sering terjadi, terkadang juga sebaliknya. Saat aku yang mengajak, hanya Angkasa yang bisa.
"Ada yang harus dilakukan juga kah?" tanya Angkasa padaku.
Sejujurnya tidak, tapi aku masih tidak tega untuk menerima kenyataan bahwa hari bermalasku akan lenyap begitu saja.
Tahu jawabanku seperti itu, stiker andalan Angkasa keluar. Stiker 'hmmm:)' bergambar wajahnya sendiri yang melas ditambah senyum tak ikhlas. Di kondisi serupa, stiker lain yang juga dapat muncul adalah stiker bayi dengan ekspresi mirip. Angkasa banget.
Mau tidak mau aku akhirnya mengiyakan ajakan Angkasa. Selamat tinggal kasur.
Aku menjemput Angkasa di rumah kontrakan yang ia tinggali sendiri. Jalannya searah menuju sekretariat. Tiba di sekretariat, kami berbincang dengan tamu bersama pengurus lain.
Menjelang asar, Angkasa dan aku pamit pulang duluan. Ada agenda yang harus Angkasa hadiri di kampus. Dari opsi tinggal atau ikut yang Angkasa berikan, aku memilih untuk ikut dan menunggu sampai ia selesai. Masih ada agenda lain yang ingin kami lakukan, membeli roll film.
Penuh sekali agenda Angkasa hari ini. Bahkan saat di jalan, aku jadi asisten pembalas pesan-pesan masuk di telepon selulernya.
Setelah beres, kami langsung beranjak. Namun langit sepertinya tidak merestui aku dan Angkasa untuk mengunjungi toko roll film sore itu. Baru sebentar kami meninggalkan kampus, hujan lebat mengguyur. Kami langsung menepi, berteduh.
"Sepertinya ini akan lama," ujar Angkasa.
Parahnya di motorku hanya ada satu setel jas hujan atas-bawah berwarna kuning.
"Dipakai saja jas hujannya," lalu Angkasa melepas kemeja kotak-kotak gelap yang ia kenakan, menyerahkan kepadaku. Minta tolong dimasukkan ke dalam tas. Angkasa siap berbasah kuyup dengan kaos oblong andalannya.
Awalnya aku ragu, tidak tega. Tapi kata Angkasa, ini juga langsung menuju ke rumahnya, jadi tidak mengapa. Baiklah, aku mengenakan atasan jas hujan milikku.
Setelah aku siap dan Angkasa selesai mengamankan barang-barangnya ke dalam tas, kami terjun ke bawah guyuran hujan. Sudah lama aku tidak berhujan-hujan seperti ini. Rasanya menyenangkan!
Di perempatan besar kami harus berhenti karena lampu merah. Hujan turun semakin deras. Angkasa tiba-tiba bertanya, "mau melewati jalan underpass?"
Aku teringat percakapan beberapa waktu lalu. Saat perjalanan menuju sekretariat, aku dan Angkasa membicarakan soal underpass. Angkasa bertanya apakah aku pernah melewatinya. Belum pernah sama sekali. Lalu ia mengajak lewat underpass sepulang rapat, namun batal.
Dengan semangat aku mengiyakan pertanyaan Angkasa tadi.
Lampu berganti hijau, Angkasa menambah laju kecepatan. Aku lupa apa detail percakapan saat itu, entah mengapa Angkasa dan aku tertawa girang sekali. Membicarakan hal-hal yang tidak penting.
Antusias kami bertambah saat sudah mendekati underpass. Hujan lebat seketika hilang setiba di bawah. Jelas. Aku bergumam beberapa detik. Angkasa tidak mengurangi kecepatan sedikitpun, malah ditambah.
Kami seperti memasuki lorong wahana, kemudian saat keluar langsung ditembak jutaan peluru air dari berbagai arah. Wajahku seperti ditampar, cukup menyakitkan. Tubuh Angkasa menjadi tameng yang melindungiku.
Sebagaimana reaksi pengunjung wahana ekstrem, kami berseru dan tertawa. Entah apa kata pengendara lain. Tawaku bertambah sekaligus prihatin melihat tingkah Angkasa yang menungkupkan badannya sambil bergetar kedinginan. Maaf Angkasa, tapi memang tidak ada yang bisa aku perbuat selain tertawa.
"Ini mutar baliknya di mana!?" seru Angkasa setelah berjalan semakin jauh.
Aku tertawa, kami harus menempuh jarak enam kilometer bolak-balik untuk kembali ke jalan yang benar. Syukurlah aku dan Angkasa sampai dengan selamat.
Cerita aku dan Angkasa di hari itu belum berakhir. Masih berlanjut hingga malamnya di Dragon's Garden.
Sedikit curhat, aku bingung bagaimana mengucapkan selamat ulang tahun kepada Angkasa. Tahun lalu aku dan tiga teman membawa kue ke tempat Angkasa berada. Tidak mungkin terjadi lagi tahun ini. Ya sudahlah, di sini saja cukup sepertinya. Meskipun aku rasa, nihil untuk fakta bahwa Angkasa akan membaca tulisan ini. Tidak mengapa.
Sekali lagi, selamat ulang tahun Angkasa! ^^
Hari ini adalah hari ulang tahun Angkasa. Di tanggal yang spesial ini aku ingin menceritakan hari yang menurutku seru parah bareng Angkasa. Tapi kalau dipikir, hari-hariku bersama Angkasa selalu menyenangkan. Sebut saja ini salah satu nominasi terbaiknya.
Di Sabtu pagi yang indah untuk rebahan hingga seharian penuh.. Angkasa tiba-tiba mengirim pesan di grup. Mengajak ikut ke sekretariat untuk menyambut tamu lembaga kampus lain dari luar kota. Dua anggota grup menolak karena harus mengerjakan tugas atau entah aku lupa.
Grup itu isinya empat orang. Dua tidak bisa, otomatis sisa aku. Kejadian hanya aku yang bisa ikut ini cukup sering terjadi, terkadang juga sebaliknya. Saat aku yang mengajak, hanya Angkasa yang bisa.
"Ada yang harus dilakukan juga kah?" tanya Angkasa padaku.
Sejujurnya tidak, tapi aku masih tidak tega untuk menerima kenyataan bahwa hari bermalasku akan lenyap begitu saja.
Tahu jawabanku seperti itu, stiker andalan Angkasa keluar. Stiker 'hmmm:)' bergambar wajahnya sendiri yang melas ditambah senyum tak ikhlas. Di kondisi serupa, stiker lain yang juga dapat muncul adalah stiker bayi dengan ekspresi mirip. Angkasa banget.
Mau tidak mau aku akhirnya mengiyakan ajakan Angkasa. Selamat tinggal kasur.
Aku menjemput Angkasa di rumah kontrakan yang ia tinggali sendiri. Jalannya searah menuju sekretariat. Tiba di sekretariat, kami berbincang dengan tamu bersama pengurus lain.
Menjelang asar, Angkasa dan aku pamit pulang duluan. Ada agenda yang harus Angkasa hadiri di kampus. Dari opsi tinggal atau ikut yang Angkasa berikan, aku memilih untuk ikut dan menunggu sampai ia selesai. Masih ada agenda lain yang ingin kami lakukan, membeli roll film.
Penuh sekali agenda Angkasa hari ini. Bahkan saat di jalan, aku jadi asisten pembalas pesan-pesan masuk di telepon selulernya.
Setelah beres, kami langsung beranjak. Namun langit sepertinya tidak merestui aku dan Angkasa untuk mengunjungi toko roll film sore itu. Baru sebentar kami meninggalkan kampus, hujan lebat mengguyur. Kami langsung menepi, berteduh.
"Sepertinya ini akan lama," ujar Angkasa.
Parahnya di motorku hanya ada satu setel jas hujan atas-bawah berwarna kuning.
"Dipakai saja jas hujannya," lalu Angkasa melepas kemeja kotak-kotak gelap yang ia kenakan, menyerahkan kepadaku. Minta tolong dimasukkan ke dalam tas. Angkasa siap berbasah kuyup dengan kaos oblong andalannya.
Awalnya aku ragu, tidak tega. Tapi kata Angkasa, ini juga langsung menuju ke rumahnya, jadi tidak mengapa. Baiklah, aku mengenakan atasan jas hujan milikku.
Setelah aku siap dan Angkasa selesai mengamankan barang-barangnya ke dalam tas, kami terjun ke bawah guyuran hujan. Sudah lama aku tidak berhujan-hujan seperti ini. Rasanya menyenangkan!
Di perempatan besar kami harus berhenti karena lampu merah. Hujan turun semakin deras. Angkasa tiba-tiba bertanya, "mau melewati jalan underpass?"
Aku teringat percakapan beberapa waktu lalu. Saat perjalanan menuju sekretariat, aku dan Angkasa membicarakan soal underpass. Angkasa bertanya apakah aku pernah melewatinya. Belum pernah sama sekali. Lalu ia mengajak lewat underpass sepulang rapat, namun batal.
Dengan semangat aku mengiyakan pertanyaan Angkasa tadi.
Lampu berganti hijau, Angkasa menambah laju kecepatan. Aku lupa apa detail percakapan saat itu, entah mengapa Angkasa dan aku tertawa girang sekali. Membicarakan hal-hal yang tidak penting.
Antusias kami bertambah saat sudah mendekati underpass. Hujan lebat seketika hilang setiba di bawah. Jelas. Aku bergumam beberapa detik. Angkasa tidak mengurangi kecepatan sedikitpun, malah ditambah.
Kami seperti memasuki lorong wahana, kemudian saat keluar langsung ditembak jutaan peluru air dari berbagai arah. Wajahku seperti ditampar, cukup menyakitkan. Tubuh Angkasa menjadi tameng yang melindungiku.
Sebagaimana reaksi pengunjung wahana ekstrem, kami berseru dan tertawa. Entah apa kata pengendara lain. Tawaku bertambah sekaligus prihatin melihat tingkah Angkasa yang menungkupkan badannya sambil bergetar kedinginan. Maaf Angkasa, tapi memang tidak ada yang bisa aku perbuat selain tertawa.
"Ini mutar baliknya di mana!?" seru Angkasa setelah berjalan semakin jauh.
Aku tertawa, kami harus menempuh jarak enam kilometer bolak-balik untuk kembali ke jalan yang benar. Syukurlah aku dan Angkasa sampai dengan selamat.
Cerita aku dan Angkasa di hari itu belum berakhir. Masih berlanjut hingga malamnya di Dragon's Garden.
Sedikit curhat, aku bingung bagaimana mengucapkan selamat ulang tahun kepada Angkasa. Tahun lalu aku dan tiga teman membawa kue ke tempat Angkasa berada. Tidak mungkin terjadi lagi tahun ini. Ya sudahlah, di sini saja cukup sepertinya. Meskipun aku rasa, nihil untuk fakta bahwa Angkasa akan membaca tulisan ini. Tidak mengapa.
Sekali lagi, selamat ulang tahun Angkasa! ^^