Merbabug

"Kasi nama siapa ya?"
Aku mikir lama, "Merbabug."
Ia tertawa.

Tiga hari di cuaca yang ekstrem, tempat yang ekstrem, serta kondisi lainnya yang senantiasa mengarah kepada ke ekstreman. Di saat itulah sifat sebenarnya manusia terlihat. Diadu dengan kondisi fisik yang lelah, kondisi mental tidak jarang ikut merosot. Aku bingung, terkadang ekspektasiku meleset. Tapi ini, ia konsisten seperti ekspektasiku malah lebih baik. Sangat baik hati dan selalu sabar. Aku pikir sudah punah spesies laki-laki yang tidak akan mengucapkan kata kebun binatang, ternyata masih ada.

Sejak pertama kali aku mengobrol lama dengannya (di Perpus), hingga kemarin saat perjalanan pulang dari mendaki Gunung Merbabu, aku merasa ingin menceritakan semuanya. Semua yang aku ketahui, semuanya aku ingin ceritakan, semua yang aku alami. Jarang sekali hal ini terjadi. Jarang sekali aku bisa bercerita sangat-sangat banyak kepada seorang laki-laki. Dari semua teman laki-laki yang aku punya, yang bisa dihitung dengan jari, termasuk Sirius pun, aku tidak pernah bercerita sebanyak dan selancar ini, sebab aku tidak terlalu pandai bercerita, lebih suka mendengar. Mereka juga jarang memintaku untuk bercerita, kalaupun diminta secara mendadak, kepalaku suka macet mendadak, tidak bisa berpikir.

"Ceritakan yang kamu dapat selama tiga hari ini. Aku pengen denger. Kita punya waktu dua jam untuk bercerita."

Kepalaku tetap saja membeku, bingung harus merangkai kata-kata yang bagaimana selain ekspresi biasa seperti seru, seneng, luar biasa. Ia tetap menunggu. Saat ia tersadar, malah jadi ia yang banyak bercerita, "loh kok aku jadi yang banyak cerita. Aku pengen denger ceritamu." Aku tertawa, mencoba sedikit menjawab. Ia mendengarkan dengan sabar. Sangat mengerti arti menghargai. Setelah itu ia menceritakan yang ia dapat,

"Kalau dirangkum selama tiga hari ini, ternyata mental bisa lebih kuat dari fisik."

Aku mengangguk.

Memori paling menyenangkan lainnya adalah hmm.. sebenarnya banyak, salah satunya adalah saat turun di jalan bersemen. Jalan ini cukup panjang dan sering dilewati ojek lalu-lalang mengantar pendaki yang kelelahan mau ke basecamp. Kami berjalan bersampingan, beberapa kali ia bilang minggir kepadaku, ada motor mau lewat. Satu teman kami berjalan cukup jauh di depan, mengobrol dengan pendaki lain. Dua teman kami yang lain sudah naik ojek duluan ke basecamp. Dikelilingi pemandangan sawah di bawah sana, serta puncak Merapi dan awan yang seolah sejajar dengan kami, cerita-cerita mengalir dengan elok. Menyusuri jalan di tempat yang damai bersama orang yang damai.

Aku merasa, meskipun dengan cara yang berbeda, terdapat kesamaan pemikiran, kesamaan nilai, kesamaan sudut pandang.
Ia sangat sabar.
Hebat.
Tegas.
Baik.

Perjalanan jauh terasa begitu singkat saat berbicara denganmu.

Postingan populer dari blog ini

Perahu Kertas

Kehilangan Satu Paket

Some Photos of My Shots