Buku Biopsikologi

Aku tidak akan bercerita sesuai dengan judul di atas. Karena, itu buku super tebal (edisi ketujuh karya John Pinel) dan siapa yang nggak males buat baca isinya? Mana kata-katanya super ilmiah dan perlu dicerna baik-baik sampai baca berulang kali untuk benar-benar paham. Mana otakku sering mantul-mantul kalo baca tulisan yang rumit gitu. Pokoknya mumet. Malesin banget. Lah, terus kenapa?

Jadi tuh, keluhan di atas seperti tameng yang kuat untuk aku membeli buku itu. Ada sih niat, tapi, deuh bakal dibaca gak ya? Ujung-unjungnya ga kebeli-beli. Tapi, tapi, tapi, sekarang semua keluhan itu mulai terkikis. Aku bersyukur tidak membeli buku itu. Malah, mendapatkannya secara percuma! Dianterin lagi.. hehehe..

Alkisah, suatu hari aku ke perpus, as always, sendiri. /kadang temen-temen ku suka kaget gitu kalau aku ke mana-mana sendiri. Ye, mau gimana lagi. Lagian, biasa aja gitu sendirian. Aku oke oke saja. Meskipun kadang sedih juga, tapi seru juga./ Nah lalu, aku menemukan nih, temenku yang buat instor kalau dia lagi di perpus. Aku pikir, tidak ada salahnya untuk join, bersilaturahmi ceritanya dengan kawan sedaerah. Tapi, aku agak tertriggered pas tiba di sana. Aku pikir dia sendiri dan hanya ditemani satu temannya yang juga sesekolah denganku dulu, cuma gak terlalu kenal. Ternyataa, rame coy. 

Ya Allah, aku mau balik aja, tidak ingin masuk ke suasana yang terdeteksi akan menjadi sebuah momen awkward. Sayangnya wujudku terlanjur nampak di matanya, dia menyapaku. Tidak ada meja kosong di sana, selain.. Meja dia beserta teman-temannya (sekitar 5-6 orang) yang lagi ngerjain tugas dan meja sebelahnya, meja temannya yang juga teman sekolahku namun aku ga terlalu kenal itu. Dia sendiri. Baiklah.. Aku duduk di posisi agak serong depannya. Kemudian ia menanyakan hal yang tadi aku pikirkan, 
"Kau pasti ngire dia sendiri?" 
Aku mengangguk, bener banget. 
"Sama, aku juga." 
Dan si teman yang kami bicarakan ini ngeh, "ngape? Ngape? Kitak ngomongin aku ye?" 
Kami berdua langsung meng-enggak-kan. "Gaada papa." wkwkwkwk 

Awal yang baik. Ternyata itu berlanjut sampai ke menit-menit berikutnya aku duduk di sana. Tidak seburuk yang aku pikirkan di awal. Secara, aku ini bukan makhluk sosial yang baik, yang gampang berbicara dengan orang-orang baru. Aku tidak bisa menjadi sosok yang asik saat berbicara. Kadang pikiranku buntu, mau ngomong apa lagi? Alhasil jadi, awkward. Krik-krik. Sampai waktu yang memisahkan. Tapi, ternyata menjadi pengecualian untuk kali ini. Aku terbawa arus yang menyenangkan.

Memang sih, ke perpus itu tujuannya untuk membaca buku, bukan ngobrol. Tapi, ye kali semeja cuma diem-dieman sepanjang waktu. Aku membaca buku yang aku pinjam, meskipun tidak sepenuhnya nyantol ke dalam kepala. Tidak bisa konsen. Aku menunggu topik pembicaraan berikutnya. Dan benar, ada cukup banyak topik yang mengalir di meja itu. Temanku yang juga temannya cukup perhatian untuk tidak menelantarkan kami, ia bergabung sesekali, kami jadi ngobrol bertiga. Tertawa. Aduh, rasanya aku sudah lama tidak berinteraksi sehangat ini dengan teman-teman.

Ada satu topik, ia menceritakan kalau di rumahnya, buku psikologi itu bertebaran. Berdebu, bahkan sampai dijadikan ganjelan TVitulah buku Biopsikologi yang sekarang ada di tanganku. Itu buku-buku kakaknya yang baru saja lulus. Katanya, jika ada yang diperlukan, sebut saja judul bukunya. Akan dicarikan. Wah, baik sekali. Dan banyak lagi topik lainnya. Aku merasa sungguh ringan saat berbicara dengannya, padahal, bisa dibilang itu kali pertama aku mengobrol beneran dengannya. Sebelumnya paling hanya menyapa, bilang hati-hati di jalan, dan mentionan di Twitter, begitulah, tidak terlalu bisa dikatakan mengobrol.

Kemudian mereka mengajak ke kedai susu dan makanan. Aku sebenarnya tidak enak mengganggu agenda mereka berdua, tapi, aku melihat tidak ada rasa keterberatan dari wajah mereka. Tidak seperti orang-orang yang mengajak hanya karena basa-basi, tetapi ini ya memang ngajak. Aku senang. Sayangnya aku jalan kaki ke perpus tadi, dan kedai itu cukup jauh. Temanku juga jalan. Hanya  ia yang bawa motor karena kampusnya memang di bawah. Menuruti saran temanku itu, aku diantar olehnya buat ngambil motorku. 

Biasanya, saat merasa aku sedang merepotkan seseorang, aku hanya diam dan mikir, aduh aku ini ngerepotin aja. Maafkan aku yatapi cuma dalam hati. Gitu terus sepanjang jalan. Biasanya yang nyetir juga diam-diam aje, yaudah. Terjadilah ke-awkward-an yang hqq. Tapi, entah kenapalagikali ini aku merasa semua itu mengalir begitu saja dengan ringan. Self-esteem ku tak seburuk biasanya. Ia berhasil membuat suasana menjadi cair. Tidak beku. Aku pernah diantar seseorang, di rute yang sama, rasanya sungguh canggung dan perjalanan terasa lama. Tapi tidak kali ini, terasa begitu cepat, "lah kok udah sampe aja? Belum juga ceritanya kelar." Begitulah.

Sungguh, terima kasih banyak atas kehangatan yang kamu berikan. Jika aku boleh berharap kepada Tuhan, semoga bisa senantiasa didekatkan dengan orang-orang baik sepertimu. Satu lagi, aku suka bagaimana caramu menyebutkan salam, "Assalamu'alaikum" dengan intonasi yang jelas.

Sekian, wassalam.

Postingan populer dari blog ini

Perahu Kertas

Kehilangan Satu Paket

Some Photos of My Shots